Halaman

Minggu, 10 Februari 2013

Belajar jadi Baby Sister

Belajar Menjadi Baby Sitter


Ruang belajar berukuran 2 meter x 5 meter itu terlihat sederhana. Hanya empat baris meja-kursi yang mengisinya. Dindingnya terlihat bersih tanpa satu pun aksesori atau poster yang menghiasinya. Di ruangan itulah calon-calon baby sitter dan perawat lansia dilahirkan.
Ruangan tersebut menyatu dengan rumah Marijan (55), pengelola Yayasan Permata Bunda, di Dusun Cangkring, Desa Sidomulyo, Bambanglipuro, Bantul. Selain ruang kelas, juga tersedia empat kamar tidur khusus untuk para siswa dan ruangan praktik. Kami menerapkan pendidikan asrama. Lamanya sekitar tiga bulan, tutur Marijan.
Marijan membuka pelatihan dan Yayasan Baby Sitter tersebut sejak tahun 1997 bersama istrinya. Ia sengaja memilih rumahnya sebagai lokasi kursus karena alasan ekonomi dan ketenangan. Kalau buka di kota, kami harus membayar kontrak tempat. Proses pendidikan juga tidak setenang di rumah sendiri karena di kota terlalu ramai, katanya. Untuk biaya kursus, Marijan mematok tarif Rp 500.000.
Tarif tersebut sudah termasuk biaya makan selama tiga bulan di rumahnya. Bila ada yang menginginkan babysitter atau perawat lansia, Marijan mengenakan biaya administrasi sebesar Rp 250.000. Kalau dihitung-hitung, untung yang diterima Marijan sangat mepet. Meski hasilnya sedikit, saya senang bisa menolong orang lain, ujarnya. Untuk urusan instruktur, Marijan mengajak istrinya.
Ada beberapa materi yang diberikan. Misalnya, untuk baby sitter materinya meliputi Pancasila, perawatan bayi, psikologi anak, kependudukan, serta kesehatan dan gizi. Materi-materi itu dipelajari Marijan dari literatur buku yang dibacanya. Tugas baby sitter bukan hanya memandikan bayi, tetapi juga harus paham soal gizi dan psikologi. Jangan sampai memberi asupan makanan yang keliru kepada anak atau bayi, ucap Marijan.
Meski lokasinya di pelosok desa, tempat kursus tersebut tak pernah sepi peminat. Ada delapan siswa yang saat ini tengah menempuh pendidikan kursus untuk menjadi baby sitter dan perawat lansia. Mereka berasal dari luar kota, seperti Purwodadi, Magelang, dan Purworejo. Menyenangkan Tari (17), remaja asal Purwodadi, mengaku jauh-jauh menempuh pendidikan babysitter ke Bantul karena ingin cepat mendapat pekerjaan. Di kota saya, cari kerja susah. Jadi, saya memilih mengambil kursus ini supaya memiliki keterampilan dan lekas dapat kerja, tuturnya.
Ketertarikan Tari menjadi baby sitter karena ia memang mencintai anak-anak. Baginya, merawat bayi adalah pekerjaan mengasyikkan. Memang merepotkan, tetapi kalau dijalani dengan tulus perasaan kita justru senang, katanya. Sebagai baby sitter, Tari berharap mendapatkan upah layak. Untuk kategori pemula, pengelola Yayasan Baby Sitter menentukan upah minimal bagi baby sitter Rp 550.000 per bulan. Kalau yang sudah mahir, bisa sampai Rp 850.000 per bulan, sedangkan untuk perawat lansia upah minimalnya Rp 650.000 karena tugasnya lebih berat. Ketentuan itu kami tetapkan supaya majikan tidak sewenang-wenang, kata Ratmi, istri Marijan.
Menurut Ratmi, upah minimal baby sitter dan perawat lansia tergolong lumayan. Dari segi permintaan, pihaknya sering kewalahan karena tenaga yang tersedia selalu kurang. Banyak permintaan yang terpaksa kami tolak. Kalau saja banyak yang tertarik mengikuti kursus, mungkin akan semakin banyak tenaga yang tersalurkan, tuturnya. Ratmi menambahkan, pekerjaan sebagai baby sitter dan perawat lansia masih dipandang sebelah mata. Tidak banyak yang meliriknya. Padahal, peluang yang tersedia masih banyak. Kalau saja digarap secara serius, pelatihan seperti ini mungkin bisa mengurangi pengangguran, terutama di Bantul, ucapnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar